koronovirus.site Aceh Utara sedang berada dalam kondisi darurat yang sangat parah. Rumah warga hancur. Akses jalan tidak bisa dilalui. Warga yang masih terjebak di wilayah banjir hanya bisa menunggu pertolongan dari pemerintah.
Hari demi hari berlalu tanpa kepastian. Upaya mandiri dari masyarakat tidak mampu menutupi kebutuhan ribuan orang yang terdampak. Situasi semakin berat karena pasokan logistik belum merata menjangkau desa-desa terisolasi.
Kelaparan Mulai Mengancam Hidup
Kebutuhan pangan menjadi masalah terbesar. Persediaan makanan habis tersapu banjir sejak awal musibah. Banyak keluarga hanya bertahan dengan sisa-sisa yang bisa ditemukan.
Rasa lapar semakin menyiksa. Warga yang memiliki bayi dan lansia menghadapi tantangan berlipat ganda. Kondisi fisik semakin melemah, sementara bantuan belum juga datang dalam jumlah cukup.
Bupati Aceh Utara, Ismail A. Jalil, menyampaikan jeritan warganya dengan penuh keprihatinan melalui pesan yang ia suarakan langsung kepada pemerintah pusat.
Jenazah Tak Tertangani, Duka Bertambah
Selain kelaparan, tragedi ini juga memunculkan persoalan kemanusiaan lain. Beberapa korban meninggal belum berhasil dievakuasi dari wilayah banjir. Arus air yang kuat serta kurangnya perahu membuat proses pencarian menjadi sangat berbahaya.
Keluarga korban hanya bisa menunggu dalam kecemasan. Ketidakmampuan untuk memakamkan kerabat mereka secara layak membuat derita semakin mendalam. Sajian peristiwa ini terasa memilukan karena mereka tidak hanya kehilangan harta benda, namun juga martabat penguburan yang layak.
Di tengah kondisi lingkungan yang semakin kotor, jenazah yang terbengkalai meningkatkan risiko penyebaran penyakit. Ini menjadi ancaman tambahan yang dapat memperluas dampak bencana.
Seruan Emosional kepada Presiden
Melihat segala kesulitan itu, Bupati Ismail akhirnya menyerukan permintaan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Ia berharap bantuan datang secepatnya dan tim pusat bisa turun tangan menilai langsung kondisi di lapangan.
Dengan suara bergetar, ia menyampaikan:
“Pusat selain Basarnas belum hadir ke Aceh Utara. Rakyat saya kelaparan. Jenazah rakyat saya belum diambil. Tolong dibantu.”
Ungkapan itu adalah bentuk keputusasaan seorang pemimpin yang merasa tidak lagi mampu melindungi rakyatnya dengan sumber daya yang ada.
Kekecewaan Terhadap Minimnya Kunjungan Pejabat
Bupati Ismail juga mengungkapkan kegelisahan lain. Selama dua belas hari bencana berlangsung, tidak ada satu pun menteri dari Kabinet Merah Putih yang hadir meninjau kondisi warganya. Ketidakhadiran pejabat pusat menimbulkan pertanyaan besar: apakah para pengambil keputusan di nasional memahami betapa buruk situasinya?
Lebih menyakitkan lagi ketika ada pihak yang menganggap banjir di Aceh Utara tidak parah. Pernyataan semacam itu bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan yang penuh penderitaan.
Bupati menegaskan bahwa kondisi tersebut sangat berbahaya jika dibiarkan. Ia tak ingin masyarakat kehilangan nyawa akibat kelaparan atau penyakit sebelum pertolongan tiba.
Urgensi Bantuan Pemerintah Pusat
Akses yang terputus memerlukan intervensi skala besar. Pemerintah daerah telah bekerja keras, tetapi kemampuan mereka terbatas. Perahu evakuasi tidak memadai, tenaga penyelamat terlalu sedikit, dan logistik terus menipis.
Karena itu, kehadiran pemerintah pusat dinilai mutlak. Mereka memiliki kapasitas untuk menggerakkan:
- Tim evakuasi tambahan
- Bantuan medis darurat
- Logistik makanan dalam jumlah besar
- Air bersih untuk mencegah wabah
- Alat berat untuk membuka jalur
Tanpa itu semua, krisis dapat berubah menjadi tragedi kemanusiaan yang jauh lebih besar.
Bencana sebagai Cermin Kepedulian
Musibah tidak hanya menguji ketangguhan masyarakat, tetapi juga kesigapan pemerintah dalam memberikan perlindungan. Saat warga menderita, sikap tanggap dan empati pemimpin menjadi hal yang sangat dinanti.
Aceh Utara membutuhkan uluran tangan yang hadir langsung, bukan sekadar laporan jarak jauh. Solidaritas dari seluruh bangsa Indonesia pun sangat diharapkan agar krisis ini tidak membuat warga kehilangan harapan hidup.
Seruan untuk Bergerak Sekarang
Bupati telah menyampaikan pesan sekeras mungkin. Kini bola berada di pemerintah pusat. Setiap jam yang terlewat mengancam nyawa.
Banjir ini harus menjadi prioritas nasional. Aksi cepat lebih penting dibandingkan perdebatan panjang. Menyelamatkan rakyat adalah tugas tertinggi negara. Aceh Utara tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri.

Cek Juga Artikel Dari Platform cctvjalanan.web.id
