koronovirus.site – Musik tradisional Sape’ khas suku Dayak Kalimantan Barat mendapat sorotan akademik dalam ajang International Student Paper Conference on Islamic Studies and Social Science (ISPC) 2025.
Siti Ramayanti, mahasiswi S1 Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUSHA) IAIN Pontianak, mempresentasikan penelitian tentang peran musik Sape’ dalam regulasi emosi dan pelestarian budaya.
Bagi Siti, yang akrab disapa Uti, keikutsertaannya di forum ilmiah ini adalah wujud mimpi untuk berkiprah di dunia akademik dan memperkenalkan kearifan lokal Kalimantan Barat di kancah ilmiah.
Forum Ilmiah ISPC 2025 di Pontianak
Konferensi ISPC 2025 digelar di Gedung Pascasarjana IAIN Pontianak pada 24–25 September 2025, dengan dukungan dari tiga perguruan tinggi:
- IAIN Pontianak
- University Malaysia Sarawak (UNIMAS)
- Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan (KUPU-SB) Brunei Darussalam
Acara ini menjadi wadah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) di Kalimantan Barat untuk mempresentasikan riset di bidang studi Islam dan ilmu sosial.
Wakil Rektor III IAIN Pontianak, Dr. Ismail Ruslan, M.Si., mengapresiasi kontribusi para mahasiswa.
“ISPC menjadi ruang akademik bagi mahasiswa untuk terus berkarya melalui riset dan publikasi. Semoga kegiatan ini melahirkan peneliti-peneliti muda yang berkualitas,” ujarnya saat pembukaan konferensi.
Musik Sape’: Warisan Budaya Dayak
Sape’ adalah alat musik petik tradisional suku Dayak yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Kalimantan Barat.
Alat musik ini tidak hanya digunakan untuk hiburan atau ritual adat, tetapi juga memiliki peran penting dalam pengaturan emosi dan ketenangan batin.
Menurut penelitian Uti, irama lembut dan harmonis dari Sape’ mampu membantu menenangkan pikiran, meredakan stres, dan memberikan kenyamanan emosional bagi pemain maupun pendengarnya.
Hal ini membuat Sape’ relevan untuk dikaji dalam perspektif psikologi, khususnya dalam konteks regulasi emosi.
Temuan Penelitian: Regulasi Emosi melalui Musik Sape’
Dalam presentasinya di ISPC, Siti Ramayanti memaparkan beberapa temuan utama:
- Efek Terapeutik Musik Sape’
Getaran nada dari Sape’ beresonansi dengan kondisi psikologis pemainnya. Aktivitas bermain Sape’ dapat membantu pemain mengalihkan fokus dari tekanan hidup, menurunkan kecemasan, dan menenangkan pikiran. - Peningkatan Kesejahteraan Emosional
Pemain yang rutin memainkan Sape’ cenderung memiliki tingkat kesadaran diri emosional yang lebih baik. Mereka juga menunjukkan kemampuan mengelola emosi negatif dengan lebih efektif. - Pelestarian Budaya sebagai Identitas
Bermain Sape’ bukan hanya menjadi aktivitas seni, tetapi juga bentuk kebanggaan dan perlawanan terhadap homogenisasi budaya modern. Hal ini penting untuk menjaga keberlangsungan kearifan lokal Dayak.
Siti menekankan bahwa nilai budaya dan psikologis dari Sape’ dapat menjadi bagian penting dari pendekatan psikoterapi berbasis budaya lokal, khususnya di wilayah Kalimantan.
Sape’ sebagai Media Pelestarian Budaya
Siti juga menyoroti bagaimana musik Sape’ memainkan peran penting dalam pelestarian budaya Dayak.
Melalui penelitian lapangan yang ia lakukan, terlihat bahwa generasi muda Dayak yang mempelajari Sape’ tidak hanya belajar bermain alat musik, tetapi juga memahami filosofi, cerita rakyat, dan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Pelestarian Sape’ berarti juga melestarikan identitas dan kearifan lokal Dayak yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Tantangan Modernisasi
Di sisi lain, Uti juga mengungkapkan adanya tantangan dalam menjaga keberlangsungan tradisi Sape’.
Modernisasi dan arus musik populer membuat minat generasi muda terhadap alat musik tradisional menurun.
“Kita perlu mengintegrasikan nilai budaya dalam pendidikan dan menciptakan ruang bagi generasi muda untuk lebih mengenal dan mengapresiasi Sape’,” kata Siti.
Ia juga mengusulkan agar musik Sape’ diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari pelajaran seni budaya, sekaligus mengangkatnya dalam konteks terapi psikologis.
Dukungan Akademik untuk Pelestarian Budaya
Konferensi seperti ISPC dinilai memiliki peran penting untuk mendorong penelitian yang menghubungkan budaya lokal dengan ilmu pengetahuan modern, termasuk psikologi dan kesehatan mental.
Dukungan dari institusi akademik diharapkan dapat membuka peluang riset lintas disiplin yang memanfaatkan kearifan lokal sebagai bagian dari solusi masalah psikososial di masyarakat.
Kesimpulan
Penelitian Siti Ramayanti tentang musik Sape’ tidak hanya memberi wawasan baru mengenai hubungan antara seni dan psikologi, tetapi juga menegaskan pentingnya pelestarian budaya lokal sebagai bagian dari identitas bangsa.
Partisipasinya dalam ISPC 2025 menjadi bukti bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam memadukan warisan budaya dengan ilmu pengetahuan modern, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk lebih mencintai budaya lokal mereka.
Dengan dukungan akademik dan apresiasi publik, musik Sape’ dapat terus hidup dan berkembang, tidak hanya sebagai alat musik tradisional, tetapi juga sebagai media untuk mencapai keseimbangan emosional dan menjaga jati diri budaya Dayak di era globalisasi.
Cek juga platform artikel paling top dan seru di pontianaknews

